Laman

Selasa, 14 Mei 2013

Raport ‘Palsu’ Belum Ditarik, Disdik Berdalih Tidak Ada Ketentuan Spesifikasi Raport


Raport 'Palsu' Tanpa Nomor Seri

Cikarang Pusat – Sulit dipungkiri lagi jika saat ini kondisi pembangunan pendidikan di Kabupaten Bekasi di ambang kehancuran. Pasalnya ragam masalah mulai dari tunjangan sertifikasi guru tahun 2011 dan 2012 yang belum diberikan, pengumuman CPNS K2 tak sesuai data real di lapangan dan pembangunan sejumlah sarana prasarana pendidikan serta anggaran cetak raport berindikasi korupsi. Demikian dibeberkan Marihot Tampubolon, masyarakat pemerhati pendidikan yang juga anggota LEADHAM – Internasional (Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia – Internasional) wilayah Bekasi kepada Bekasi Ekspres News, Sabtu (11∕5).

Menurut Marihot proyek Disdik (Dinas Pendidikan) yang bersumber dari APBD dan APBN serta Banprov (Bantuan Provinsi) maupun CSR (Corporate Social Responbility) banyak yang terbengkalai. Sebagai bukti katanya adalah bangunan bertingkat SDN 1 Jatimulya - SDN 4 Tambun Selatan (CSR), pembangunan 104 ruang perpustakaan SD dari APBN 2010 dan bantuan sarana prasarana 9 SMKN melalui Banprop 2010 serta bantuan keuangan untuk 11 SMP dan 16 SD untuk peningkatan kualitas dan kuantitas SSN (Sekolah Standar Nasional) dan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) dari Banprov 2010. “Dua mata anggaran untuk satu kegiatan pada APBD 2012, dan juga dua mata anggaran untuk satu kegiatan dari dua SKPD yang berbeda, dan saat ini dalam proses penanganan hokum,” ujarnya.

Masalah yang baru kini muncul di Disdik Pemkab Bekasi kata Marihot adalah anggaran cetak raport tahun ini untuk semua jenjang sekolah hanya sebesar Rp500 juta. Nilai menurutnya jauh lebih kecil dibandingkan anggaran pada 2012 sebesar Rp1 miliar.

“Saya melihat hingga saat ini Disdik belum menunjukkan upaya perbaikan pembangunan pendidikan. Sebab raport “palsu” yang dibagikan pada 2011 hingga kini belum ditarik dan tahun ini muncul lagi anggaran cetak raport hanya sebesar Rp.500 juta. Apa mungkin, dengan anggaran Rp.500 juta mampu mengakomodir kebutuhan raport tahun ini, sebab anggaran cetak raport di 2012 saja sudah sebesar Rp.1 miliar, belum termasuk untuk mengganti raport palsu di 2011 lalu. Dari polemik ini, ada indikasi Disdik merampas hak siswa, serta upaya sejumlah oknum di Disdik untuk merongrong wibawa pemerintahan, juga wakil rakyat di DPRD Kabupaten Bekasi,” katanya.

Dijelaskan Marihot, polemik pengadaan cetak raport berawal sejak 2010 lalu, sejak terjadi peralihan wewenang cetak raport dari Propinsi Jawa Barat ke kabupaten/kota. Melali APBD 2010 Disdik mengalokasikan anggaran cetak raport sebesar Rp.4.5 miliar, namun yang terserap hanya Rp1 miliar.

“Berdasarkan akuntabilitas perencanaan dan realisasi anggaran, hal yang tidak logika anggaran sebesar Rp.1 miliar mampu mengakomodir kebutuhan raport di 2010. Namun, saat itu Disdik mengklaim, semua siswa kelas satu di 2010 menerima raport, sebab Disdik mengatakan ada sisa raport di tahun sebelumnya. Berdasarkan itulah timbul pertanyaan, jika memang ada sisa raport di tahun sebelumnya, lantas mengapa Disdik mengalokasikan anggaran cetak raport sebesar Rp.4.5 miliar,” jelasnya.

Dalam LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) APBD 2010 tambah Marihot, disebutkan bahwa sisa anggaran cetak raport sebesar Rp.3.5 miliar dianggarkan kembali di APBD 2011. Namun, faktanya anggaran cetak raport di APBD 2011 hanya sebesar Rp.1 miliar dan anggaran itu tidak terealisasi, sehingga kala itu Disdik tidak mendistribusikan raport ke seluruh sekolah di Kabupaten Bekasi. “Ironisnya pada 2011 ada oknum di Disdik memanfaatkan situasi itu, membagikan ribuan raport palsu kepada siswa, dan hingga saat ini raport palsu itu belum ditarik dari siswa,” tambahnya.

Lebih jauh dikatakan, pengadaan raport tahun 2012 juga menuai masalah. Sebab, raport selesai di cetak dan ditumpuk di ruangan Disdik sekitar akhir bulan Desember, atau setelah siswa usai ujian semester satu. Selanjutnya, raport didistribusikan Disdik ke seluruh sekolah pada bulan Januari 2013, artinya setelah ajaran semester dua berlangsung.

“Yang sangat memprihatinkan, ungkap Marihot, seluruh siswa di jenjang SMP yang pada 2011 lalu duduk di kelas tujuh mendapat raport sementara yakni di kertas HPS, dan tahun ini akan duduk di kelas sembilan juga belum menerima raport, sebab raport di 2012 diberikan kepada siswa kelas tujuh. Melihat besaran alokasi anggaran cetak raport tahun ini yang hanya sebesar Rp.500 juta dapat dipastikan tidak akan mampu mengakomodir kebutuhan raport untuk dua angkatan yakni angkatan 2011 dan 2013,” bebernya.

Bupati dan DPRD kata Marihot harus mampu duduk bersama untuk kembali mengalokasikan anggaran cetak raport di ABT mendatang. Ekskutif dan legislative juga perlu mendorong penegak hukum untuk menelisik anggaran di Disdik pada Bidang Sub bagian Perencanaan. Sebab anggaran DED (Detail Engineering Design) kurun waktu dari 2010 cukup signifikan dan banyak kegiatan tidak terealisasi.

“Sangat ironis, anggaran tidak terealisasi namun pada tahun berikutnya program/kegiatan tidak muncul dalam APBD. Sama halnya, silva anggaran cetak raport di 2010 sebesar Rp.3,5 miliar, yang muncul dalam APBD 2011 hanya sebesar Rp.1 miliar. Ada indikasi, bagian perencanaan sengaja mengacaukan program/kegiatan pembangunan di Disdik untuk meraup anggaran DED. Dan informasi yang berkembang di Disdik, tidak sedikit program/kegiatan di Subbag perencanaan hanya copy paste,” ujar Marihot prihatin.

Sementara itu Sekretaris Disdik Pemkab Bekasi, Sri Riyanti yang dikonfirmasi perihal anggaran cetak dan dugaan peredaran raport yang diduga palsu yang hingga kini belum ditarik mengatakan telah menyampaikannya kepada Kasi (Kepala Seksi) Peningkatan Mutu Bidang SD, Dahroni untuk memberikan penjelasan. “Saya sudah sampaikan kepada pak Dahroni untuk menjelaskannya, karena beliau yang lebih tau untuk masalah raport tersebut. Karena saat ini sedang UN (Ujian Nasional) SD, beliau sedang tidak ada di kantor, turun ke lapangan untuk monitoring,” katanya.

Terpisah, Dahroni yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (13∕5) berdalih tidak ada permasalahan dengan pengadaan raport di Disdik Pemkab Bekasi. “Saya tidak tahu apa yang dipermasalahkan tentang raport, karena kita sudah bagikan,” kilahnya.

Disinggung soal ditemukannya raport di sekolah yang tidak memiliki nomor seri dan dibuatkannya raport pada selembar kertas hps, Dahroni berkelit kalau hal tersebut dibenarkan oleh Disdik Provinsi dan Direktorat karena tidak ada aturannya. “Tidak ada aturannya untuk ukuran maupun spesifikasi yang penting memuat mata pelajaran yang diajarkan. Raport adalah buku laporan pendidikan dari lembaga kepada orangtua. Raport asli kalau ditandatangani oleh Kepsek yang bersangkutan dan dikatakan palsu kalau ditandatangani orang lain,” katanya.

Dahroni juga menyebutkan bahwa untuk pembuatan raport dapat dilakukan oleh setiap sekolah, karena tidak ada aturan atau keselarasan untuk spesifikasi berupa bentuk dan ukurannya. “Sekolah bisa mencetak raport sendiri, kalau harus ada aturannya, mana aturannya,” elaknya.

Ditanya apakah dalam pengadaan raport tidak dilakukan terlebih dahulu perencanaan sehingga bentuk atau jenis raport bisa dibuat suka-suka, Dahroni beralibi bahwa ia hanya membagikan raport. “Saya hanya membagikan saja. Kalau juklak juknisnya yang tau pada bagian sarpras. Begitu juga masalah dana yang terserap semuanya urusan PPK dan sarpras,” ucapnya.

Dikonfirmasi terkait informasi pemanggilan oleh Kejari Cikarang, Dahroni membenarkan hal tersebut akan tetapi katanya kejaksaan tidak dapat melanjutkannya karena tidak ditemukan kesalahan dan tidak ada aturan yang jelas. “Saya hanya diundang kejaksaan dan saya bilang kalau saya hanya membagikan. Silahkan saja tanya kejaksaannya,” jawabnya seraya membenarkan bahwa hingga kini sekolah di kabupaten bekasi masih kekurangan sekitar 53.000 raport.

Anggota komisi D DPRD Kabupaten Bekasi, Muhtadi Muntaha yang dimintai tanggapannya mengatakan walaupun pembuatan raport dapat dilakukan sekolah tetapi harus sesuai spesifikasi karena menggunakan uang rakyat.

“Meski pembuatan raport untuk sekolah-sekolah negeri boleh dilakukan oleh pihak Dinas Pendidikan, namun itu dilaksanakan harus sesuai spesifikasi, apalagi menggunakan uang rakyat. Persoalan sering muncul dalam tataran realisasi, soal sama atau tidak kah spesifikasi dalam RAB,” kata Muhtadi via blackberry messangernya. Arios

Tidak ada komentar:

Posting Komentar