Raport 'Palsu' Tanpa Nomor Seri |
Cikarang Pusat – Sulit dipungkiri
lagi jika saat ini kondisi pembangunan pendidikan di Kabupaten Bekasi di ambang
kehancuran. Pasalnya ragam masalah mulai dari tunjangan sertifikasi guru tahun
2011 dan 2012 yang belum diberikan, pengumuman CPNS K2 tak sesuai data real di
lapangan dan pembangunan sejumlah sarana prasarana pendidikan serta anggaran
cetak raport berindikasi korupsi. Demikian dibeberkan Marihot Tampubolon,
masyarakat pemerhati pendidikan yang juga anggota LEADHAM – Internasional
(Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia – Internasional) wilayah Bekasi kepada
Bekasi Ekspres News, Sabtu (11∕5).
Menurut Marihot proyek Disdik (Dinas
Pendidikan) yang bersumber dari APBD dan APBN serta Banprov (Bantuan Provinsi)
maupun CSR (Corporate Social Responbility) banyak yang terbengkalai. Sebagai
bukti katanya adalah bangunan bertingkat SDN 1 Jatimulya - SDN 4 Tambun Selatan
(CSR), pembangunan 104 ruang perpustakaan SD dari APBN 2010 dan bantuan sarana prasarana
9 SMKN melalui Banprop 2010 serta bantuan keuangan untuk 11 SMP dan 16 SD untuk
peningkatan kualitas dan kuantitas SSN (Sekolah Standar Nasional) dan SBI
(Sekolah Bertaraf Internasional) dari Banprov 2010. “Dua mata anggaran untuk
satu kegiatan pada APBD 2012, dan juga dua mata anggaran untuk satu kegiatan
dari dua SKPD yang berbeda, dan saat ini dalam proses penanganan hokum,”
ujarnya.
Masalah yang baru kini muncul di
Disdik Pemkab Bekasi kata Marihot adalah anggaran cetak raport tahun ini untuk
semua jenjang sekolah hanya sebesar Rp500 juta. Nilai menurutnya jauh lebih
kecil dibandingkan anggaran pada 2012 sebesar Rp1 miliar.
“Saya melihat hingga saat ini Disdik
belum menunjukkan upaya perbaikan pembangunan pendidikan. Sebab raport “palsu”
yang dibagikan pada 2011 hingga kini belum ditarik dan tahun ini muncul lagi
anggaran cetak raport hanya sebesar Rp.500 juta. Apa mungkin, dengan anggaran
Rp.500 juta mampu mengakomodir kebutuhan raport tahun ini, sebab anggaran cetak
raport di 2012 saja sudah sebesar Rp.1 miliar, belum termasuk untuk mengganti
raport palsu di 2011 lalu. Dari polemik ini, ada indikasi Disdik merampas hak
siswa, serta upaya sejumlah oknum di Disdik untuk merongrong wibawa
pemerintahan, juga wakil rakyat di DPRD Kabupaten Bekasi,” katanya.
Dijelaskan Marihot, polemik
pengadaan cetak raport berawal sejak 2010 lalu, sejak terjadi peralihan
wewenang cetak raport dari Propinsi Jawa Barat ke kabupaten/kota. Melali APBD
2010 Disdik mengalokasikan anggaran cetak raport sebesar Rp.4.5 miliar, namun
yang terserap hanya Rp1 miliar.
“Berdasarkan akuntabilitas
perencanaan dan realisasi anggaran, hal yang tidak logika anggaran sebesar Rp.1
miliar mampu mengakomodir kebutuhan raport di 2010. Namun, saat itu Disdik
mengklaim, semua siswa kelas satu di 2010 menerima raport, sebab Disdik
mengatakan ada sisa raport di tahun sebelumnya. Berdasarkan itulah timbul
pertanyaan, jika memang ada sisa raport di tahun sebelumnya, lantas mengapa
Disdik mengalokasikan anggaran cetak raport sebesar Rp.4.5 miliar,” jelasnya.
Dalam LKPJ (Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban) APBD 2010 tambah Marihot, disebutkan bahwa sisa anggaran
cetak raport sebesar Rp.3.5 miliar dianggarkan kembali di APBD 2011. Namun,
faktanya anggaran cetak raport di APBD 2011 hanya sebesar Rp.1 miliar dan
anggaran itu tidak terealisasi, sehingga kala itu Disdik tidak mendistribusikan
raport ke seluruh sekolah di Kabupaten Bekasi. “Ironisnya pada 2011 ada oknum
di Disdik memanfaatkan situasi itu, membagikan ribuan raport palsu kepada
siswa, dan hingga saat ini raport palsu itu belum ditarik dari siswa,”
tambahnya.
Lebih jauh dikatakan, pengadaan
raport tahun 2012 juga menuai masalah. Sebab, raport selesai di cetak dan
ditumpuk di ruangan Disdik sekitar akhir bulan Desember, atau setelah siswa
usai ujian semester satu. Selanjutnya, raport didistribusikan Disdik ke seluruh
sekolah pada bulan Januari 2013, artinya setelah ajaran semester dua
berlangsung.
“Yang sangat memprihatinkan, ungkap
Marihot, seluruh siswa di jenjang SMP yang pada 2011 lalu duduk di kelas tujuh
mendapat raport sementara yakni di kertas HPS, dan tahun ini akan duduk di
kelas sembilan juga belum menerima raport, sebab raport di 2012 diberikan
kepada siswa kelas tujuh. Melihat besaran alokasi anggaran cetak raport tahun
ini yang hanya sebesar Rp.500 juta dapat dipastikan tidak akan mampu
mengakomodir kebutuhan raport untuk dua angkatan yakni angkatan 2011 dan 2013,”
bebernya.
Bupati dan DPRD kata Marihot harus
mampu duduk bersama untuk kembali mengalokasikan anggaran cetak raport di ABT
mendatang. Ekskutif dan legislative juga perlu mendorong penegak hukum untuk
menelisik anggaran di Disdik pada Bidang Sub bagian Perencanaan. Sebab anggaran
DED (Detail Engineering Design) kurun waktu dari 2010 cukup signifikan dan banyak
kegiatan tidak terealisasi.
“Sangat ironis, anggaran tidak
terealisasi namun pada tahun berikutnya program/kegiatan tidak muncul dalam
APBD. Sama halnya, silva anggaran cetak raport di 2010 sebesar Rp.3,5 miliar, yang
muncul dalam APBD 2011 hanya sebesar Rp.1 miliar. Ada indikasi, bagian
perencanaan sengaja mengacaukan program/kegiatan pembangunan di Disdik untuk
meraup anggaran DED. Dan informasi yang berkembang di Disdik, tidak sedikit
program/kegiatan di Subbag perencanaan hanya copy paste,” ujar Marihot
prihatin.
Sementara itu Sekretaris Disdik
Pemkab Bekasi, Sri Riyanti yang dikonfirmasi perihal anggaran cetak dan dugaan
peredaran raport yang diduga palsu yang hingga kini belum ditarik mengatakan
telah menyampaikannya kepada Kasi (Kepala Seksi) Peningkatan Mutu Bidang SD,
Dahroni untuk memberikan penjelasan. “Saya sudah sampaikan kepada pak Dahroni
untuk menjelaskannya, karena beliau yang lebih tau untuk masalah raport
tersebut. Karena saat ini sedang UN (Ujian Nasional) SD, beliau sedang tidak
ada di kantor, turun ke lapangan untuk monitoring,” katanya.
Terpisah, Dahroni yang dikonfirmasi
di ruang kerjanya, Senin (13∕5) berdalih tidak ada permasalahan dengan pengadaan
raport di Disdik Pemkab Bekasi. “Saya tidak tahu apa yang dipermasalahkan
tentang raport, karena kita sudah bagikan,” kilahnya.
Disinggung soal ditemukannya raport
di sekolah yang tidak memiliki nomor seri dan dibuatkannya raport pada selembar
kertas hps, Dahroni berkelit kalau hal tersebut dibenarkan oleh Disdik Provinsi
dan Direktorat karena tidak ada aturannya. “Tidak ada aturannya untuk ukuran
maupun spesifikasi yang penting memuat mata pelajaran yang diajarkan. Raport
adalah buku laporan pendidikan dari lembaga kepada orangtua. Raport asli kalau
ditandatangani oleh Kepsek yang bersangkutan dan dikatakan palsu kalau
ditandatangani orang lain,” katanya.
Dahroni juga menyebutkan bahwa untuk
pembuatan raport dapat dilakukan oleh setiap sekolah, karena tidak ada aturan
atau keselarasan untuk spesifikasi berupa bentuk dan ukurannya. “Sekolah bisa
mencetak raport sendiri, kalau harus ada aturannya, mana aturannya,” elaknya.
Ditanya apakah dalam pengadaan
raport tidak dilakukan terlebih dahulu perencanaan sehingga bentuk atau jenis
raport bisa dibuat suka-suka, Dahroni beralibi bahwa ia hanya membagikan
raport. “Saya hanya membagikan saja. Kalau juklak juknisnya yang tau pada
bagian sarpras. Begitu juga masalah dana yang terserap semuanya urusan PPK dan
sarpras,” ucapnya.
Dikonfirmasi terkait informasi
pemanggilan oleh Kejari Cikarang, Dahroni membenarkan hal tersebut akan tetapi
katanya kejaksaan tidak dapat melanjutkannya karena tidak ditemukan kesalahan
dan tidak ada aturan yang jelas. “Saya hanya diundang kejaksaan dan saya bilang
kalau saya hanya membagikan. Silahkan saja tanya kejaksaannya,” jawabnya seraya
membenarkan bahwa hingga kini sekolah di kabupaten bekasi masih kekurangan
sekitar 53.000 raport.
Anggota komisi D DPRD Kabupaten Bekasi,
Muhtadi Muntaha yang dimintai tanggapannya mengatakan walaupun pembuatan raport
dapat dilakukan sekolah tetapi harus sesuai spesifikasi karena menggunakan uang
rakyat.
“Meski pembuatan raport untuk
sekolah-sekolah negeri boleh dilakukan oleh pihak Dinas Pendidikan, namun itu
dilaksanakan harus sesuai spesifikasi, apalagi menggunakan uang rakyat.
Persoalan sering muncul dalam tataran realisasi, soal sama atau tidak kah
spesifikasi dalam RAB,” kata Muhtadi via blackberry messangernya. Arios
Tidak ada komentar:
Posting Komentar