Laman

Selasa, 14 Mei 2013

Pengadaan Buku Penjas 2011 Disoal


Buku Penjas

Tambun Selatan - Sejumlah sekolah mengaku belum mendapatkan buku Penjas (Pendidikan Jasmani) yang dialokasikan sebesar 10 persen dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tahun 2011 dan berharap lembaga penegak hukum untuk mengusutnya. “Iya benar sampai hari ini kami belum menerima buku penjas dari alokasi 10 persen dana BOS tahun 2011 lalu. Sementara sekolah yang lain sudah menerima. Tidak didistribusikannya buku penjas sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar  di sekolah, sebab para anak didik tidak memiliki buku pegangan,” ujar sumber Bekasi Ekspres News yang tidak berkenan namanya dipublikasikan, belum lama ini.

Sementara itu Marihot Tampubolon, masyarakat pemerhati pendidikan di Bekasi juga anggota LEADHAM - Internasional (Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia - Internasional) wilayah Bekasi, menyesalkan sikap Disdik (Dinas Pendidikan) yang hingga kini belum mendistibusikan buku Penjas ke sekolah penerima. “Jika buku penjas itu tetap tidak didistribusikan ke sekolah, berarti ada indikasi upaya merampas hak anak belajar. Anggaran itu dialokasikan pemerintah bukan untuk pribadi, tapi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah,” ujarnya.

Menurut Marihot, selain untuk pengadaan buku Penjas bersumber alokasi 10 persen dana BOS 2011 juga untuk pengadaan perangkat komputer dan mebeulair diduga berindikasi korupsi. “Dari penelusuran kami di Kecamatan Tambun Selatan, dari 10 desa/kelurahan, baru tiga wilayah yang menerima buku penjas yakni Desa Lambangsari, Desa Lambangjaya dan Kelurahan Jatimulya,” katanya.

Polemik buku Penjas tersebut katanya terjadi pada 2011 lalu bersamaan dengan peralihan dana BOS dari rekening sekolah oleh pemerintah pusat menjadi ke kas daerah. “Saat itu anggaran 10 persen masuk dalam DPA setiap UPTD pendidikan. Karena di UPTD tidak ada pejabat yang memiliki sertifikat untuk lelang, akhirnya pengadaan dialihkan ke Disdik di Bidang Sarpras (Sarana dan Prasarana). Jadi, bagaimanapun prosesnya, polemik buku penjas tetap menjadi tanggungjawab Kadisdik (Kepala Dinas Pendidikan) selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran),” ujar Marihot sembari berharap penegak hukum untuk mengusutnya.

Sementara itu menurut anggota komisi D - DPRD Kabupaten Bekasi, Muhtadi Muntaha yang dimintai tanggapannya, Minggu (12/5) meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Bekasi, Rohim Sutisna mendata sekolah yang belum menerima buku tersebut dan masalah ini katanya tidak bisa berlalu begitu saja.

"Kita minta kepada Kadisdik untuk mendata semua sekolah yang belum mendapatkan buku penjas. Apapun alasannya, harus ada solusi terbaik, gak boleh dianggap sudah berlalu," katanya.
Menurut Muhtadi pendataan itu perlu dilakukan karena menyangkut anggaran negara dan ia berpesan agar setiap persoalan di Disdik dapat diselesaikan dengan cerdas dan mampu menjadikan Disdik menjadi tauladan bagi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lain.

"Sebab satu rupiah saja anggaran negara wajib terdistribusi kepada sekolah-sekolah yang berhak mendapatkannya. Setiap persoalan yang muncul di dinas pendidikan harus diselesaikan secara cerdas dan rapi tanpa ada yang menjadi korban, karena dinas ini harus jadi contoh bagi SKPD lain," pesan Muhtadi via blackberry messangernya.  Arios

Tidak ada komentar:

Posting Komentar