Salah satu LKS yang digunakan siswa kelas XII |
Bekasi, SNP
Kepala Bidang Pendidikan Menengah
(Kabid Dikmen) Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Bekasi, Drs. H. Dedi Djunaedi,
M.Pd kepada SNP mengatakan bahwa Dinas Pendidikan tidak memberikan persetujuan
bahkan mengetahui program pembelajaran online yang akan diterapkan SMAN 9 Kota
Bekasi. “Apakah Bidang Bina Program memberikan izin atau menyetujui bimbingan
online itu?,” tanya Dedi kepada Agus Enap yang saat itu dipanggil ke ruang
kerjanya. Jawaban serupa juga disampaikan oleh Agus, bahwa Bina program tidak
mengetahuinya.
Kepada SNP Kabid
Dikmen mengatakan akan mempertanyakan hal tersebut kepada Kepala SMAN 9 Kota
Bekasi, Drs.H.Sarmani Abbas, M.Pd. “Nanti saya akan tanya dulu sama yang
bersangkutan, karena sekarang Kepala Sekolahnya lagi dipanggil inspektorat,”
kata Dedi sembari meninggalkan ruangan dengan alasan akan mengikuti rapat. Akan
tetapi hingga berita ini diturunkan, Dedi yang dikonfirmasi via selulernya tidak
bersedia memberikan komentar lebih lanjut. “Tanya aja pa kadis aja bang,”
petikan pesan singkatnya.
Sebagaimana
diberitakan pada edisi sebelumnya, SMAN 9 Kota Bekasi memungut Rp 600 ribu tiap
siswa per tahun untuk pelaksanaan bimbingan atau pembelajaran online. Namun,
hingga kini proses pembelajaran tersebut belum juga dilakukan, padahal sebagian
besar siswa telah membayarkan kewajibannya.
Selain pungutan
tersebut, kebijakan lain terkait pembelian keperluan sekolah berupa buku dan
LKS serta seragam sekolah melalui koperasi sekolah “Scolla Materna” juga
menyisahkan keluhan bagi orangtua siswa seiring tingginya harga. Berdasarkan
informasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2012/2013 bahwa
untuk siswa baru (kelas X), pihak sekolah mewajibkan setiap siswa membeli
seragam dan kelengkapannya melalui Koperasi berupa; Kameja Batik Lengan Pendek,
Rp75.000, Kameja Batik Lengan Panjang Rp80.000, Pakaian Setelan Olah Raga seharga
Rp.90.000, Setelan Busana Muslimah Rp125.000 dan Celana/ Rok Putih Panjang Rp.80.000,
Topi Rp.12.000, serta Badge sebesar Rp.10.000 ditambah Sabuk seharga Rp15.000.
Bukti pembelian siswa kelas X |
Sementara untuk kelengkapan
buku pelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS) setiap siswa juga diharuskan
membeli melalui koperasi sekolah, dengan rincian; kelas X diwajibkan membeli 17
buku paket dengan harga komulatif Rp. 1.117.000 dan 17 LKS Rp. 170.000. Kelas
XI jurusan IPA harus membeli 14 buku paket sebesar Rp 960.500 dan 14 LKS
seharga Rp 140.000 dan jurusan IPS membeli 14 buku paket Rp. 913.000 dan 14 LKS
seharga Rp. 140.000. Demikian juga dengan kelas XII. Untuk kelas XII jurusan
IPA harus membeli 14 Buku Paket dengan total harga Rp. 916.000 ditambah 14 LKS
sebesar Rp. 140.000, dan jurusan IPS kelas XII harus mengeluarkan uang Rp
891.000 membeli 14 buku paket serta Rp 140.000 untuk pembelian 14 LKS.
Kepala SMAN 9
Bekasi, Drs.H.Sarmani Abbas, M.Pd yang dikonfirmasi SNP, Kamis (4/10) pekan
lalu di ruang kerjanya mengatakan bahwa pembelajaran online belum juga
dilakukan karena program tersebut baru berjalan tahun ini dan software dalam
masa prose uji coba. “Tidak semua guru langsung tanggap dengan bahan yang
disampaikan oleh instruktur, tergantung nantinya kompetensi guru dalam menyerap
dan memberikan metode pembelajaran ini kepada anak didik,” kilahnya.
Ketika ditanya
perihal dasar hukum dan keterlibatan guru serta jumlah dana yang terkumpul,
Abbas berkelit bahwa program tersebut atas sepengetahuan dinas. “Dinas sudah memberikan
sein dan keterlibatan guru nantinya adalah membentuk komunikasi dengan orangtua
siswa terkait kehadiran maupun nilai siswa. Dana yang terkumpul saat ini baru
sekitar 20 persen, dan jumlah siswa yang diharuskan membayar hanya 1000 orang
dengan membentuk subsidi silang bagi keluarga tak mampu,” katanya. Ditambahkan salah satu Wakilnya, bahwa
nantinya siswa dapat mengikuti ujian di rumah dengan membuka internet ataupun
laptop. Secara online katanya nilai dan skor ujian siswa akan diketahui.
Disinggung soalnya
tingginya harga seragam dan buku paket serta LKS koperasi scolla materna, Abbas
hanya mengatakan kalau masalah tersebut bisa dijelaskan Ketua Koperasi. “Koperasi
hanya menawarkan kepada siswa, tidak mengharuskan. Harga LKS di sekolah yang
lain hampir sama dengan SMAN 9 Bekasi,” jawabnya seolah menandakan tidak adanya
kepastian atau kemandirian sekolah dan harus berpatokan kepada sekolah yang
lain.
Kesesuaian harga LKS
dimaksud juga jauh berbeda dengan penuturan sumber SNP di salah satu
percetakan. Menurut sumber, bahwa untuk harga LKS tersebut antara Rp 4.000
hingga Rp. 5.000. Harga itu pun akan mendapat diskon atau pengurangan apabila
dipesan dalam partai besar. Kesesuaian harga Rp. 10.000 per LKS yang dijual
melalui koperasi SMAN 9 kota Bekasi pun kini menjadi pertanyaan.
Abbas juga membantah
informasi yang menyebutkan bahwa pengadaan Pakaian Batik di sekolah tersebut sepenuhnya
dikuasai oleh Kepala Sekolah. “Informasi tersebut sangat menyudutkan dan
menyesatkan, karena dalam proses pengajuan dari pakian batik yang ditawarkan
oleh distributor dengan pertimbangan kualitas bahan dan harga yang dipilih
koperasi, bukan oleh Kepala Sekolah,” katanya.
Disinggung mengenai
larangan pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan pendidikan pada pasal 181 yang menegaskan bahwa Pendidik
dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang: a. menjual
buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau
bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; b memungut
biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di
satuan pendidikan; dan d. melakukan
pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kepala SMAN 9
Bekasi berkilah kalau program yang dilakukan adalah inovasi pengembangan
sekolah 2012/2013.
Sementara itu Ketua
Umum LSM Lembaga Pemerhati Pendidikan dan Kesehatan Indonesia (LP2KI), Hikmat S
yang dimintai tanggapannya terkait pemberitaan ini mengharapkan Kejaksaan
Negeri Kota Bekasi agar melakukan pengusutan lebih jauh, menyangkut harga buku,
LKS maupun program bimbingan online tersebut. “Sudah jelas ditegaskan dalam PP
17 tahun 2010 tentang larangannya. Tahun lalu juga diberlakukan pungutan Rp 500
ribu per siswa dengan dalil bimbingan, sementara saat itu sudah dibayarkan SPP
Rp.150 ribu, bahkan juga dipungut Rp 20 ribu untuk sampul ijazah dan legalisir.
Apakah seperti itu yang dikatakan inovasi?,” ujarnya.
Hikmat menambahkan,
program tersebut hanya mengatasnamakan pengembangan sekolah karena kompetensi
guru belum memungkinkan dan juga dengan kemampuan financial siswa. “Ada subsidi
silang bagi keluarga tak mampu, tetapi di sisi lain siswa diharuskan membeli
laptop atau computer untuk bisa mengikuti program tersebut dari rumah. Apakah
pantas dikatakan subsidi silang seperti itu,” tambahnya.
Lebih jauh
dikatakan, alasan uji coba software merupakan gambaran ketidakmapanan
perencanaan maupun ketidaksiapan sekolah, karena program tersebut menyangkut
keuangan Negara yang dikumpulkan melalui sekolah dan sekecil apapun harus
dipertanggungjawabkan. “Dinas Pendidikan Kota Bekasi harusnya mengkaji
efektivitas program tersebut karena belum didukung kemampuan dan perencanaan
yang baik,” tutupnya. (Arios)
banyak pungutan yg dilakukan oknum uptd diknas kec.tambun selatan terhadap tunjangan dinas guru TK di kecamaan tambun selatan.coba ditelusuri mas...
BalasHapusok terimakasih atas infonya,,,, tapi dalam melakukan penelusuran setidaknya kita ada data dan info lengkap tentang siapa yng memungut, peruntukannya dan lainnya. soal sumber tetap kita lindungi dan tidak akan disebutkan. lengkapnya bisa menghubungi saya di 081310579933. thanks.
Hapus