Kombes Pol Drs. Priyo Widyanto, MM |
Bekasi,
SNP
Kapolresta Bekasi
Kota, Kombes Pol Drs. Priyo Widyanto, MM yang dimintai tanggapan terkait
pemberitaan media ini pada edisi sebelumnya sesuai arahan dari Dirlantas Polda
Metro Jaya, Kombes Pol. Drs. Dwi Sigit Nurmantyas, SH, M.Hum terkesan tidak
terima dikritisi. Pemberitaan yang sejatinya dapat dijadikan sebagai bahan
untuk pembenahan pelayanan dinilai bermuatan negatif dan meminta adanya
pembuktian.
Tanpa menyadari
fungsi pers sebagai control social yang menyajikan informasi dari masyarakat
secara berimbang, Kapolres meminta pembuktian dari wartawan Koran ini.
“Pembenahan telah dilakukan, untuk penjelasan lebih lengkap silahkan temui
Kasat Lantas, syukur-syukur anda bisa membawa buktinya,” jawab Priyo melalui
short massage servicenya.
Akan tetepi sesuai
arahan Kapolresta, Kasat Lantas Polresta Bekasi Kota, Iman Pribadi Santoso, Sik
yang dihubungi via ponselnya untuk meminta waktu konfirmasi, tidak memberikan
waktu dan langsung mematikan selularnya setelah SNP menyampaikan tujuan
menghubunginya untuk minta tanggapan terkait pemberitaan.
Sebagaimana
diberitakan edisi sebelumnya, Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan bukti registrasi dan
identifikasi yang diberikan Polri kepada seseorang yang telah memenuhi
persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu
lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Sehingga untuk
mendapatkannya harus melalui prosedur berupa ujian teori dan praktek serta
pemeriksaan kesehatan.
Selain prosedur, masyarakat pemohon SIM juga
harus membayarkan sejumlah uang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2010 tentang jenis
dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Sulitnya persyaratan dan prosedur yang harus
dilalui untuk mengantongi SIM disinyalir menjadi kesempatan bagi oknum petugas
di Kantor pelayanan tersebut untuk mencari untung dengan pengabaian prosedur
dan pelecehan terhadap Peraturan Pemerintah, dengan cara menerapkan pungutan
diatas ketentuan atau yang lebih lazim disebut dengan Pungutan Liar (Pungli).
Praktek Pungli berindikasi korupsi
berdasarkan pantauan wartawan SNP diduga terjadi di Kantor Pelayanan SIM Satlantas
Polresta Bekasi Kota. Reformasi birokrasi terkesan belum menyentuh institusi ini,
hal ini dibuktikan dengan tindakan oknum petugas yang secara terkordinir
melegalkan pungli. Dengan merogoh kocek dalam-dalam, oknum petugas dapat
mengeluarkan SIM hanya dengan mengikuti
ujian teori dan praktek secara formalitas.
Praktek Pungli
yang kini menghiasi Kantor Pelayanan SIM Satlantas Polresta Bekasi dapat
dikatakan penyakit kambuhan, pasalnya sekitar dua bulan lalu telah dilakukan
penataan dan peningkatan pelayanan dengan upaya sterilisasi dengan penghapusan calo
serta mengharuskan dilaluinya ujian, baik teori maupun praktek dengan benar
(bukan formalitas). Upaya tersebut juga diikuti dengan pergantian kepemimpinan
pada Satuan Lalu Lintas Polresta Bekasi Kota, dari Twedi Aditya Bennyahdi,
S.Sos, Sik yang kini menjabat sebagai
Kasie SIM Polda Metro Jaya kepada Iman Pribadi Santoso, Sik pada Sabtu (7/4)
lalu.
Awalnya upaya
sterilisasi ini dinilai berhasil oleh berbagai kalangan, namun realitanya
praktek itupun masih membudaya dan terkesan mejadi penyakit yang mendarah
daging. Hal itu dikatakan sumber tepercaya media ini di lingkungan Kantor SIM
Satlantas Polresta Bekasi Kota. Menurut Sumber bahwa praktek pungli pada
realitanya tetap berjalan, hanya saja katanya secara terorganisir dan umumnya
dilakukan oleh pihak dalam atau petugas.
Sumber kepada
SNP juga membeberkan metode permainan yang dilakoni oknum petugas dalam
meluluskan pemohon SIM yang bersedia menyerahkan uang diatas tarif resmi.
Menurutnya ada beberapa orang yang telah direkrut sebagai perantara pemohon
dengan petugas. Setelah lobi dilakukan dan berkas telah disiapkan berikut
membayar sesuai tarif, berkas tersebut kemudian diserahkan kepada petugas untuk
dimintai acc atau rekomendasi dari
pejabat yang berwenang seraya.
“Sebelumnya menyerahkan berkas tersebut untuk di acc,
tentunya pemohon harus juga mengeluarkan biaya yang cukup besar, bahkan bisa
mencapai dua kali lipat dari biaya resmi.
Kemudian berkas yang telah direkomendasi dikembalikan kepada pemohon
untuk mengikuti ujian teori dan praktek. Biasanya pada saat ujian teori, bagi
pemohon yang telah mendapat rekomendasi berbentuk semacam sandi atau paraf pada
berkasnya, hanya disarankan untuk mengisi sebagian dari pertanyaan yang
disediakan. Tujuannya, agar petugas lebih gampang membubuhkan jawaban yang
benar pada berkas tersebut,” bebernya.
Tidak hanya itu, pada saat pelaksanaan ujian praktek
juga ditambahkan sumber, kecurangan atau pengabaian prosedur kerap terjadi.
“Paraf yang ada pada berkas tersebut nantinya menjadi pertanda atau sandi bagi
patugas penguji untuk meluluskan pemohon tersebut, walaupun nantinya gagal
dalam ujian praktek di lapangan uji. Tetap sih disarankan mengulang lagi dua
minggu kedepannya, akan tetapi pemohon gagal tersebut akan menemui petugas yang
melobi tadi, untuk selanjutnya dilanjutkan proses photo,” tambahnya, seraya
menjelaskan bahwa biaya pengurusan SIM melalui jalur cepat tersebut berkisar
antara empat hingga lima ratus ribu rupiah.
Pengingkaran terhadap komitmen akan reformasi
birokrasi Kepolisian khususnya bidang pelayanan dinilai berbagai kalangan
adalah tindakan yang akan menciderai citra polisi di mata masyarakat. Bahkan
langkah perbaikan pelayanan dalam bentuk sterilisasi ditengarai sebagai
kamuflase meraup untung yang dilakoni oknum petugas.
Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Direktur
Lalu Lintas Polda Metro Jakarta Raya, Kombes Pol. Drs. Dwi Sigit Nurmantyas,
SH, M.Hum melalui selulernya, hanya menyarankan agar dikonfirmasi kepada
Kapolresta Bekasi Kota, Kombes Pol Drs. Priyo Widyanto, MM. “Silahkan
dikonfirmasi ke kapolres bekasi,” petikan SMS Dirlantas PMJ.
Besarnya biaya pengurusan SIM dan
penyelewengan terhadap prosedur di Kantor pelayanan SIM Satlantas Polresta
Bekasi Kota telah menuai keluhan bahkan kecaman dari
berbagai element masyarakat. Untuk itu diharapkan kepada Dirlantas Polda Metro
Jaya untuk bersikap tegas kepada jajarannya yang tidak taat aturan, demi
perbaikan citra Kepolisian di mata masyarakat dan menciptakan pelayanan prima
sebagai bukti reformasi birokrasi pelayanan publik. (Arios)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar