Bekasi, SNP
Sejumlah kasus dugaan tindak pidana
korupsi masuk kemeja Kasi Intelijen Kejari Bekasi Kota. Baik berupa Laporan
dari LSM, Informasi lewat pemberitaan di media cetak, namun, penanganannya
patut dipertanyakan. Khusus Laporan dari LSM, diduga keras berujung mediasi.
Dugaan itu diperkuat manakala
diperhatikan penanganan kasus yang dilaporkan LBH Patriot, Manotar Tampubolon.
Awalnya ujar sumber yang layak dipercaya, sakin geramnya, Manotar dihadapan
wartawan yang bergabung di kelompok kerja wartawan hukum Kejaksaan dan
Pengadilan Negeri Bekasi, mengaku curiga terhadap sepak terjang oknum Jaksa di
Kejari Kota Bekasi yang dia saksikan bertemu disalah satu tempat dengan oknum
pejabat yang dilaporkan, sesaat setelah laporan diterima kejaksaan.
Dua kasus, yakni, proyek peningkatan
Jln. Matrik sumber dana APBD tahun 2011 DIPA Dinas Binamarga dan Tata Air, dan alokasi
dana percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan (DPPIP) APBN tahun 2011
sekitar Rp 2 miliar lebih dikelola Dinas P2B Kota Bekasi, menurut Manotar
diduga terjadi penyimpangan hingga menimbulkan kerugian Negara. Konon, kedua
kasus tersebut menurut sumber ditengarai berujung mediasi.
Pengakuan Kasi Intelijen Waluyo
kepada wartawan, kasus dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran di Dinas
Kebersihan tahun 2010 juga atas laporan LSM. Kendati Waluyo tidak berkenan
menyebut nama LSM tersebut dan kasus posisinya, tapi menurut informasi yang
diterima Koran ini, kasus tersebut terkait pengelolaan dana APBD tahun 2010,
untuk pengadaan bahan bakar minyak (BBM) kendaraan pengangkut tinja plus anggaran
pembelian kimia untuk instlasi pengelolaan limbah tinja (IPLT) serta anggaran
untuk honor karyaan.
Menurut sumber yang didukung hasil
sidak DPRD ke lokasi IPLT, khusus alokasi anggaran untuk IPLT diduga kuat raib
masuk kantong oknum-oknum terkait. Pasalnya, IPLT sama sekali tidak beropersi
karena keadaan rusak, tapi anggaran setiap tahun selalu terserap.
Terkait kasus ini, Kasi Intel Kejari
Bekasi Kota, Waluyo, SH kepada wartawan mengaku sudah minta data dari Dinas
Kebersihan. Keterangan itu dibenarkan sejumlah sumber di Dinas Kebersihan, dan
data sudah diterima kejaksaan. Sejumlah pejabat setingkat Kabid terkait kasus
ini juga sudah dipanggil, masing-masing, Abi Hurairah dan Sudarsono.
Konon, belakangan Waluyo menepis
kalau kasus itu belum ditangani. Yang sedang ditangani menurut dia ke wartawan
adalah proyek alokasi anggaran DIPA Kementerian PU tahun 2011 untuk perbaikan
sarana prasarana lokasi IPLT senilai Rp.1,5 miliar.
Kemudian, kasus penyerapan anggaran
untuk dana kerohiman bagi penggaran yang bermukim di pinggiran kali di Pekayon
senilai Rp.350 juta APBD tahun 2010. Dalam kasus ini, patut diduga anggaran
APBD tersebut seratur persen (100%) masuk kantong oknum pejabat di Dinas
Binamarga dan Tata Air. Selaku PPK, Koswara diduga merupakan pejabat yang harus
bertanggung jawab. Kasus ini juga sudah masuk kemeja Waluyo, tapi karena
Koswara kata Waluyo ke wartawan menyebut anggaran itu dialihkan ke Dinas pendapatan
pengelolaan kekayaan dan asset daerah (DPPKAD), Waluyo tidak berusaha
menyelidiki kebenaran atas keterangan dari Koswara.
Padahal, dugaan dana APBD itu
seratus persen raib cukup diyakini karena pembiayaan dana kerohiman itu murni
dibiayai PT. Agung Sedayu Group selaku pengembang Perumahan elit Glaxi, karena
perusahaan punya kepentingan pembangunan fly over penghubung perum glaxi-I
dengan Perum glaxi-II yang waktu itu pembangunannya sedang berlangsung.
Menurut sumber, kasus dugaan korupsi
pada alokasi anggaran pada kegiatan Diklat Prajabatan CPNS tahun 2011 juga
sudah masuk kemeja Kasi Intel Waluyo. Dalam kasus ini, Waluyo juga sudah
melakukan langkah awal. Tapi, belakangan kepada wartawan Ia mengaku belum,
seraya menyebut dirinya enggan menangani kasus ini karewna sebelumnya sudah
pernah ditangani Kasi Pidsus Andre Abrahan, SH.
Kasus pembebasan 2,5 hektar lahan
perluasan zona V tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantargebang kota Bekasi
senilai Rp5 miliar tahun 2011 juga sudah masuk kemeja Kasi Intel Waluyo. Kasus
dugaan korupsi pada kegiatan ini ditengarai karena yang dibayarkan ke
masyarakat tidak sesuai dengan yang terserap dari APBD.
Misalnya pengakuan warga, sawah
hanya dibayar Rp80.000 per segi meter, sementara dalam laporan penyerapan
anggaran tercantum Rp100.000 per segi meter. Tanah darat sebagian hanya dibayar
Rp170.000 persegi meter. Padahal dalam laporan penyerapan recatat Rp185.000
persegi meter. Penanganan kasus-kasus ini merupakan sinyalemen maraknya
penyelesaian kasus korupsi dengan upaya mediasi di Kota Bekasi beberapa tahun
terakhir.
Ketika hal ini ingin dikonfirmasi ke Kasi Intel Kejari
Kota Bekasi, tidak berhasil. Berulang kali ingin ditemui, melalui staf Intel,
keterangan diperoleh, Waluyo selalu sedang keluar kantor. @ JA/TLS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar