Bekasi, SNP
Oknum JPU Kejaksaan Negeri Kota Bekasi
diduga kuat catut nama wartawan untuk memeras keluarga terdakwa. Ulah oknum JPU
tersebut terungkap berdasarkan pengakuan istri terdakwa Bagus Adrianto yang dijerat
pasal 112, subsidaer pasal 127 UU No35 tahun 2009 tentang penyalah gunaan
narkotika oleh penyidik. Dihadapan sejumlah wartawan, dia mengaku telah
menyerahkan uang senilai Rp3 juta atas permintaan JPU untuk menutup pemberitaan
di media massa.
Mendengar keterangan sang istri
terdakwa tersebut, wartawan berusaha konfirmasi kepada JPU Farida SH, namun
tidak berhasil. Nampaknya, Farida sengaja menghindar dari kejaran wartawan
setelah ia mengetahui informasi itu sampai ke wartawan. Selain upaya menutup
pemberitaan, keluarga terdakwa juga ditenggarai berhasil meloby JPU agar
tuntutan hukum diringankan.
Terdakwa Bagus Adrianto yang
ternyata seorang anggota Polisi ini oleh JPU didakwa pasal 112 subsidaer pasal
127 tentang penyalahgunaan narkotika. Menurut JPU dalam dakwaannya, terdakwa
secara sah dan meyakinkan bersalah tanpa hak memiliki atau menyimpan narkotika
jenis sabu-sabu berikut alat pengisap (bong) yang dijadikan barang bukti (BB).
Perbuatan itu menurut JPU diketahui
petugas berawal dari kecurigaan terhadap tingkah laku terdakwa sebelum
ditangkap petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Awal pengintaian
dilakukan sejak dari daerah rutan Salemba, Jakarta Pusat, hingga diringkus di
kediamannya dibilangan Jati Asih Kota Bekasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh
penyidik Badan Narkotika Nasional, ternyata Bagus Adrianto adalah seorang
anggota Polisi aktif berpangkat Perwira Menengah (Pamen. Agenda pembacaan
tuntutan sempat tertunda hingga 3 kali karena menurut JPU Rentut belum turun
dari Kejati Jawa Barat.
Konon, isu yang berkembang menyebut,
penundaan pembacaan tuntutan diduga kuat karena setoran belum diserahkan
keluarga terdakwa ke JPU. Untuk ke 4 kalinya agenda pembacaan tuntutan, JPU
menuntut terdakwa 2 tahun penjara dipotong masa dalam tahanan, karena menurut
JPU yang terbukti adalah pasal 127 UU No35/2009 tentang narkotika. Tuntutan 2
tahun penjara sontak mengundang perhatian karena terkesan jauh dari rasa
keadilan terhadap seorang terdakwa yang diketahui adalah seorang Polisi yang
seyogianya menjadi panutan.
Pengamatan wartawan, sejak penyidik
melimpahkan perkara ini ke Kejari Kota Bekasi, keluarga terdakwa terus berupaya
melakukan loby-loby mohon keringanan hukuman. Anehnya, untuk memuluskan upaya
tersebut, keluarga terdakwa nampaknya menggunakan jasa perantara oknum Jaksa di
Kejaksaan Negeri Kota Bekasi berinisial IZ. Nyaris tiap hari tanpa kenal lelah
bahkan tindak tanduk keluarga terdakwa dengan oknum jaksa berinisial IZ
tersebut bagaikan saudara kandung tanpa ketuk pintu memasuki ruang kerja jaksa,
kendati oknum jaksa IZ sedang tidak diruangan.
Pemandangan ini nyaris menyita
perhatian para kuli tinta yang sehari-hari meliput di kejaksaan dan PN Bekasi.
Ironisnya, di gedung kejaksaan terpampang spanduk yang diantaranya bertuliskan:
Jaksa dilarang menerima tamu yang berkaitan dengan perkara. Namun larangan itu
bagi oknum jaksa berinisial IZ hanya berupa selogan tanpa arti.
Terhadap tuntutan JPU tersebut,
terdakwa tinggal menunggu kemurahan hati dari majelis hakim pimpinan Gatot
Susanto, SH.MH. Apakah surat rehab yang dilampirkan JPU dalam berkas akan
dipertimbangkan majelis atau tidak, hanya majelis yang tahu. Namun jika
dicermati, seorang petugas aktif tidaklah masuk akal atau pantas sebagai
pecandu narkotika atau masuk kategori pasien rehab.
Kendati demikian, azas praduga tak
bersalah haruslah dikedepankan, semuanya berpulang pada pertimbangan majelis
hakim selama pemeriksaan perkara. Apakah majelis akan mengeluarkan penetapan
untuk rehab? Mari kita ikuti perkembangan selanjutnya. @ MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar