Bekasi, SNP
Kantor Kejaksaan Agung |
“Kejaksaan Agung dan Komisi
Kejaksaan RI dihimbau untuk mengeksaminasi sejumlah perkara di Kejari Kota
Bekasi, khususnya perkara yang ditangani JPU Dorkas Berliana, SH yang diduga
melepaskan terpidana. Dorkas Berliana juga ditengarai membuat dokumen fiktif
berupa berita acara pelaksanaan penetapan hakim (B-6),” demikian pemerhati hukum berinisial MA kepada SNP
baru-baru ini.
Menurut MA, sejumlah perkara yang
diduga sarat dengan praktik jual beli hukum di Kejaksaan Negeri Kota dan PN
Bekasi sudah dilaporkan ke Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI,
Komisi Kejaksaan RI, Komisi Yudisial (KY) RI, dan kepada Ketua Muda Pengawasan
Mahkamah Agung RI. Diantaranya, perkara No. 1403/Pid.B/2011/PN.Bks atas nama
terdakwa Syidi Eko Putra Bin Bambang, perkara No.1276/Pid.B/2011/PN.Bks atas nama terdakwa Sukma Pribadi Als Sukma
Bin Gatot Sayuti, perkara No.1998/Pid.B/2010/PN.Bks atas nama terdakwa Yudha
Hermawan.
Sinyalemen praktik jual beli hukum
dengan merobah pasal dalam perkara-perkara itu menurut MA terendus setelah
memperhatikan surat rekomendasi rehablitasi dari rumah sakit ketergantungan
obat (RSKO) Cibubur, Jakarta, selalu diajukan pada saat perkara sudah digelar
dipersidangan.
Padahal menurut Dirut RSKO, dr. Diah
Setia Utami SpKj, MARS, mekanisme untuk mendapatkan surat rekomendasi rehab
harus berdasarkan permintaan penyidik. Menurut Diah Setia Utami, berdasarkan
permintaan penyidik, pihak RSKO akan memberi jawaban yang isinya menerangkan
hasil pemeriksaan Napza, diantaranya, hasil pemeriksaan Anamnesis diperoleh
dari, a) Surat permohonan pemeriksaan medis dari Kepolisian, b) Autoanamnesis
(wawancara langsung dengan tersangka).
Surat keterangan juga harus dilengkapi
hasil pemeriksaan mental, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang MMPI: a)
evaluasi Psikologi, b) hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan itu
kemudian disimpulkan, apakah ditemukan adanya suatu pola penggunaan zat
narkotika golongan methamphetamine (sabu) dan amphetamine (inex) yang belum
sampai pada tahap ketergantungan atau sudah.
Hasil pemeriksaan itu juga harus
ditanda tangani Tim pemeriksa, bukan hanya satu orang. Artinya, dalam berita acara penyidikan sudah
harus terlampir surat rekom tersebut, bukan secara tiba-tiba setelah
pemeriksaan perkara di persidangan.
Namun ungkap MA lebih lanjut,
mekanisme terbitnya surat rekom rehap yang diajukan setelah tahap pemeriksaan
terdakwa di PN Bekasi, bukan seperti apa yang diuraikan pihak RSKO, sehinga indikasi
praktik mafia hukum pada perkara-perkara itu semakin kuat. Kemudian, penetapan
hakimpun diketahui tidak dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari
Kota Bekasi. Dimana menurut penelusuran ke RSKO papar MA menambahkan, nama-nama
terpidana rehab tidak terdaftar dan surat rekom rehab pun tidak teregistrasi di
RSKO Cibubur, Jakarta.
Misalnya, ujar MA lebih lanjut, terpidana
penyalahguna narkotika, Syidi Eko Putra warga Perumnas I, Jln. Murai VI No.471
Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi, yang divonis rehab oleh majelis hakim
pimpinan Mohamad Saleh Rasoen dibantu hakim anggota masing-masing, Barita
Lumban Gaol dan J. Samosir, Rabu (21/10) dalam sidang terbuka untuk umum, dan
ditetapkan untuk rehab, tapi tidak terdaftar di RSKO Cibubur, Jakarta.
Kemudian lanjut MA, terpidana Sukma
Pribadi Als Sukma Bin Gatot Sayuti dalam perkara No.1276/Pid.B/2011/PN.Bks yang
dijerat oleh Jaksa PU Indra Zulkarnaen, SH dengan pasal 111 ayat (91) UU RI
No35/2009 dari Kejari Kota Bekasi, diduga kuat juga tidak dieksekusi JPU.
Terpidana Sukma Pribadi yang divonis rehab oleh majelis hakim pimpinan Barita
Lumban Gaol dibantu hakim anggota Mohamad Saleh Rasoen dan Wasdi Permana ini
menurut Kabag TU RSKO tidak pernah dirawat di RSKO atau rehab dari PN Bekasi,
dan surat keterangan pasien ketergantungan obat untuk Sukma Pribadi juga tidak
teregistrasi di RSKO.
Terpidana Yudha Hermawan dalam
perkara No.1998/Pid.B/2010 yang dijerat oleh JPU Achmad Patoni,SH dari Kejari
Kota Bekasi dengan pasal 127 ayat (1) a UURI No35/2009 juga diduga kuat tidak
dieksekusi alias dibebaskan. Terdakwa Yudha yang divonis rehab oleh majelis
hakim pimpinan Sri Andini, dibantu hakim anggota masing-masing, Erna Matauseja
dan Barita Lumban Gaol yang diketahui menggunakan surat keterangan ketergantungan
dari RSKO Jakarta ini juga tidak terdaftar di RSKO. Selain penetapan majelis
hakim diduga tidak dilaksanakan JPU, surat keterangan ketergantungan pun tidak
teregistrasi di RSKO.
Indikasi tersebut menurut MA cukup
menjadi alasan untuk melaporkan perkara-perkara ini ke Komisi Yudisial, Komisi
Kejaksaan, Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung RI dan Jaksa Muda Pengawasan
Kejaksaan Agung RI agar dilakukan pemeriksaan terhadap perkara di Kejari Kota
dan PN Bekasi, khususnya perkara-perkara narkoba yang divonis rehab. Hal itu
diharapkan mampu menghindari semakin merajalelanya mafia hukum dan dugaan
pemalsuan surat rekom rehab.
Namun hingga saat ini, tindak lanjut
laporan informasi itu kata MA belum diketahui ujung pangkalnya karena belum
pernah dikonfirmasi kepada instansi yang bersangkutan.
Selain ketiga sample perkara yang
telah dilaporkan tersebut, perkara No.1438/Pid.B/2011/PN.Bks, atas nama Inpola
Sitorus kembali menyusul dengan vonis rehab. Perkara ini cukup menyita
perhatian wartawan ketika santer informasi yang menyebutkan JPU Porman
Sialagan, SH menerima uang Rp.60 juta dari keluarga terdakwa agar tuntutan bisa
diringankan. Dana itu juga disebut-sebut bertujuan agar hakim memvonis rehab.
Walau dengan tegas Karlen Parhusip menolak isu itu dikait-kaitkan dengan
putusan, namun setidaknya ada kekhawatiran terjadi praktik mafia hokum dalam
perkara itu.
“Isu di kejaksaan saya dengar ada
uang 50 atau Rp.60 juta, tapi isu itu
jangan dikait-kaitkan dengan putusan, kalau betul buktikan. Jika tidak bisa
dibuktikan saya akan bertindak, dan yang menulis akan tau akibatnya,” kilah
Karlen Parhusip, SH seolah mengancam ketika dikonfirmasi seputar vonis
rehablitasi 1 tahun dan 8 bulan terdakwa Impola Sitorus yang dituntut Jaksa
Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kota Bekasi, Porman Sialagan, SH 2,6 tahun
penjara. @ Arios/TL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar