Depo Arsip |
Hermanto |
Bekasi,
SNP
Kepala Kejaksaan Negeri Cikarang, Hermanto,
SH, MH mengakui pihaknya kini tengah melakukan pemeriksaan atas bangunan Depo
Arsip Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi
yang disebut-sebut pembangunannya menyimpang dari Rencana Anggaran
Belanja (RAB).
Dicegat di lobi kantornya, Kamis (9/2), Hermanto yang
baru sekitar tiga bulan memimpin Kejaksaan Negeri (Kejari) Cikarang, tampaknya masih enggan
menjawab pertanyaan sekitar pembangunan gedung arsip tersebut. “Baru indikasi.
Mudah-mudahan pihak kami menemukan apa yang kita harapkan,” kilahnya.
Menurut Hermanto, ia tidak mau
mengomentari terlalu jauh soal
pemeriksaan itu. Yang pasti, kata dia, pihaknya akan bekerja ekstra keras untuk
menyelidiki. “Kalau ditemukan adanya
penyimpangan, maka kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan
memeriksa pihak-pihak yang terkait dalam
pembangunan depo arsip tersebut,” jelasnya.
Dikatakan, dalam penelusuran
indikasi penyimpangan tersebut, Kejari Cikarang
mengedepankan azas praduga tak bersalah. “Jangan sampai kita menzolimi
orang,” katanya, sambil menegaskan bahwa target Kejari Cikarang adalah
mengungkap segala bentuk penyimpangan terkait penggunaan uang Negara. “Saya
yakin wartawan mengerti itu,” tambahnya.
Diperoleh
informasi, gedung arsip yang menggunakan anggaran APBD tahun 2010
sebesar Rp 4,8 miliar menuai persoalan.
Pasalnya, selain disebut urugan lantai
dasar gedung berlantai dua tersebut hanya menggunakan tanah boncos, bukan tanah
merah sebagaimana yang tertuang dalam RAB dan perjanjian kontrak kerja antara
Distarkim dan kontraktor, pembangunannya pun tertunda-tunda. Bahkan hubungan
kerja antara Distarkim dengan pemborong awal, yakni PT Monteleo Perkasa (PT.MP)
telah putus.
Sanksi berupa black list terhadap PT. MP
merupakan langkah tegas Pemkab Bekasi atas wanprestasi yang dilakukan pemilik
perusahaan sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak pembangunan Depo Arsip.
Jadwal atau masa pelaksanaan pembangunan gedung
Depo Arsip yang diperjanjikan dalam dokumen kontrak antara Direktur PT. MP
dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi, hingga per 31 Desember 2010 tidak dapat
dilaksanakan PT MP, sehingga menimbulkan kerugian Negara (Pemkab Bekasi).
Namun, langkah pemutusan kontrak kerja atau pemblacklisan
oleh Pemkab Bekasi, terindikasi hanya sekedar menutupi kebobrokan kinerja Dinas
Tata Ruang dan Permukiman di bawah pimpinan Ir. H. Porkas Pardamean Harahap, MM
dan sinyalemen korupsi.
Sinyalemen tindak pidana korupsi diperkuat
keterangan Porkas yang menyebut volume kegiatan per 31 Desember 2010 sudah
mencapai 75 persen sangat kontradiksi
dengan informasi yang diperoleh SNP dari orang dekat pengusaha berinisial LN.
Menurut LN, kontraktor (PT. MP) hanya disetujui
menerima pembayaran 60 persen dari nilai kontrak. Konon menurut Porkas, sisa
anggaran hanya Rp. 1,2 miliar atau volume kegiatan yang belum terselesaikan
sekitar 25 persen. Artinya, penjelasan Porkas dengan pengakuan orang dekat
pengusaha yang menyebut pembayaran hanya diterima senilai 60 persen sangat
kontraversi.
Kuat dugaan kalau sisa anggaran senilai Rp 700
juta lebih raib dikorup oknum-oknum tertentu di Distarkim jika dikalkulasi
selisih persentase yang diterima kontraktor (60 persen) dengan keterangan
Porkas yang menyebut hanya sisa Rp 1,2 miliar atau 25 persen, yang seyogianya
berdasar pengakuan kontraktor harus sisa 40 persen (sekitar Rp.1,9 M).
Menurut Porkas, volume kegiatan yang belum
selesai akan dilanjutkan TA 2011 dengan menggunakan Anggaran Belanja Tambahan
(ABT). Porkas menyebut kegiatan itu telah ditenderkan September 2011 dan
dimenangkan CV. Tanah Baru dengan nilai penawaran sekitar Rp 900 juta. “Dua
puluh lima persen dari sisa anggaran atau sekitar Rp1,2 miliar kita tenderkan
lagi pada September 2011, yang dimenangkan CV. Tanah Baru dengan penawaran
sekitar Rp 900 juta,” kilahnya.
Konon, menurut pengamatan SNP, Rabu (1/2)
pembangunan gedung tersebut belum rampung, antara lain, instalasi listrik. Hal
itu dibenarkan Porkas. Artinya, hingga Pebruari tahun 2012 gedung tersebut belum
bisa digunakan, sehingga patut diduga perjanjian kontrak pembangunan tahap
kedua juga menuai masalah.
Selain masa pelaksanaan menuai sorotan miring
dari sejumlah masyarakat, sanksi berupa black list yang diberikan Pemkab Bekasi
terhadap perusahaan dinilai masih kurang tepat. Seharusnya menurut masyarakat,
denda akibat keterlambatan (sanksi pinalti) harus diterapkan sebagaimana yang
tertuang pada pasal perjanjian kontrak pemborongan.
“Jika sanksi black list dilakukan, berarti
kesalahan sudah fatal, atau ditemukan pelanggaran hukum terhadap perjanjian
kontrak, sehingga harus pula dikenakan sanksi pinalti karena sanksi pinalti
juga diatur dalam perjanjian kontrak pemborongan,” ujar kontraktor yang enggan
disebut namanya.
Sementara menurut pengamatan SNP yang dibenarkan
sejumlah sumber, spek teknis sebagaimana tertuang dalam RAB diduga terjadi
penyimpangan.
Ketika ditanya dugaan pengurangan volume
(ketebalan) urugan lantai dasar gedung yang seharusnya 60 cm, tetapi hanya
sekitar 20 cm, dan jenis tanah yang seharusnya tanah merah tapi diurug dengan
tanah boncos, termasuk ketebalan lantai atas yang seharusnya 12 cm namun
dikerjakan hanya 10 cm, Porkas tidak berkenan memberikan komentar.
“Soal teknis di lapangan, bagian pengawasan yang
lebih jelas mengetahuinya,” ujarnya seraya memanggil supervisi, Subandi
mewakili Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Henri yang saat itu sedang
keluar kantor. Ironisnya, Subandi yang dimintai keterangannya oleh Porkas
menyangkut teknis dilapangan, Subandi tidak dapat memberi keterangan, dia hanya
memilih diam.
Menanggapi dugaan korupsi pembangunan Depo Arsip
Pemkab Bekasi, Wakil Ketua Komisi C, DPRD Kabupaten Bekasi, Taih Minarno,
mengatakan agar penegak hukum dalam hal ini Kejari Cikarang melakukan
penyelidikan karena menyangkut keuangan negara.
“Seharusnya penegak hukum harus segera melakukan
penyelidikan terkait pembangunan gedung Depo Arsip yang dibangun tidak sesuai
RAB, karena proyek tersebut menggunakan APBD,” kata Taih via ponselnya, Jumat
(3/2) pekan lalu. (Arios)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar