Laman

Selasa, 14 Mei 2013

Polemik Raport, Kasie Peningkatan Mutu Tak Paham Dokumen Negara


DAHRONI

Cikarang Pusat - Keterangan Kasi Peningkatan Mutu, Bidang SD Disdik Pemkab Bekasi, Dahroni yang mengatakan tidak ada permasalahan dengan pengadaan raport dan Kejari (Kejaksaan Negeri) Cikarang tidak melanjutkan pemeriksaan karena tidak ditemukan kesalahan, sangat disayangkan oleh Marihot Tampubolon, masyarakat pemerhati pendidikan di Bekasi juga anggota LEADHAM – Internasional (Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia – Internasional) wilayah Bekasi.

Dikatakan Marihot, akuntabilitas dari pernyataan itu sangat disayangkan dan diragukan karena tidak mengandung azas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, dan mengaburkan tiga pilar program pendidikan nasional yakni meningkatkan akses pendidikan, meningkatkan mutu/kualitas pendidikan, dan meningkatkan akuntabilitas program pendidikan nasional.

“Selain itu, pernyataan tersebut mengaburkan pasal 11 dan pasal 34 Undang-undang Nomor.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, sebab saat raport “palsu” dibagi, orang tua murid dibebankan uang raport, termasuk saya sendiri orang tua murid  turut membayar uang raport itu,” ujarnya.

Disebutkan Marihot, dalam pasal 11 ayat (2) disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dan pasal 34 ayat (2) disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya  wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Dikatakan Marihot, tidak terealisasinya anggaran cetak raport di 2011 sebesar Rp.1 miliar, karena saat itu tidak ada perusahaan yang ikut lelang mememiliki sertifikasi security printing, sebagaimana sebelumnya dikatakan mantan Sekdis (Sekretaris Dinas) yang kini menjabat sebagai Kadisdik (Kepala Dinas Pendidikan). “Jika ada regulasi yang memperbolehkan pihak sekolah mencetak raport, dari mana sumber dananya, sebab dana Bos bukan untuk mencetak raport sehingga dialokasikan dari APBD. Dan, jika sekolah bisa mencetak raport, mengapa pihak sekolah dijenjang SMP tidak mencetak sendiri, sehingga sampai saat ini siswa kelas delapan, angkatan 2011 masih memegang raport sementara yakni kertas HPS,” bebernya.

Marihot menilai bahwa Kasi Peningkatan Mutu tidak memahami dokumen Negara yang harus terintegrasi. “Saya melihat, Kasi Peningkatan Mutu tidak memahami tentang dokumen negara, Ijazah, raport dan SKHUN adalah dokumen milik negara, dan harus teregistrasi. Kabid SMP, Ruminta pun membenarkan hal itu, bahwa ijazah, raport dan SKHUN harus teregistrasi,” ujar Marihot menyangkan pernyataan Dahroni.

Marihot juga menyesalkan pernyataan kasi peningkatan mutu tentang kehadirannya di Kejaksaan Cikarang. “Terlalu dini beliau mengatakan Kejaksaan Cikarang tidak dapat melanjutkan karena tidak ditemukan kesalahan. Seyogianya, pernyataan itu harus dari pihak Kejaksaan Cikarang. Jika demikian, tidak dilanjutkan, berarti ada SP3 (surat perintah penghentian penyidikan),” tutupnya seraya menambahkan bahwa pada saat pembagian raport dilakukan oleh Dahroni, tidak diketahui oleh Anton Suherman selaku Kabid Dikdas kala itu. Arios

Tidak ada komentar:

Posting Komentar