Rangkaian proses penerbitan SIM yang diduga tidak dijalankan |
Jakarta, SNP
Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan bukti registrasi dan identifikasi
yang diberikan Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan
administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan
terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Sehingga untuk mendapatkannya harus melalui
prosedur berupa ujian teori dan praktek serta pemeriksaan kesehatan.
Selain prosedur, masyarakat pemohon SIM juga harus
membayarkan sejumlah uang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2010 tentang jenis
dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Sulitnya
persyaratan dan prosedur yang harus dilalui untuk mengantongi SIM disinyalir
menjadi kesempatan bagi oknum petugas di Kantor pelayanan tersebut untuk
mencari untung dengan pengabaian prosedur dan pelecehan terhadap Peraturan
Pemerintah, dengan cara menerapkan pungutan diatas ketentuan atau yang lebih
lazim disebut dengan Pungutan Liar (Pungli).
Praktek
Pungli berindikasi korupsi berdasarkan pantauan wartawan SNP terjadi di Kantor
Satuan Pelaksana Administrasi SIM (Satpas) Kepolisian Daerah Jakarta Raya. Reformasi
birokrasi terkesan belum menyentuh institusi tersebut, hal ini dibuktikan
dengan tindakan oknum petugas yang secara terkordinir melegalkan pungli. Dengan
merogoh kocek dalam-dalam, oknum petugas dapat mengeluarkan SIM, tanpa
mengikuti ujian teori dan praktek.
Pantauan
wartawan Koran ini juga di perkuat pengakuan seorang pemohon SIM, bernama
Sinaga, pada Senin (12/12) pekan lalu. Pria berdarah Batak yang bekerja sebagai
Sopir Microlet 15 jurusan Cilincing-Kota ini, mengaku harus
mengeluarkan uang sebesar Rp. 700.000 untuk pengurusan SIM A umum. Pengurusan
SIM tersebut katanya diserahkan kepada Calo SIM yang sudah mempunyai kedekatan
dengan oknum petugas di Kantor Satpas.
“Tadi saya
juga sudah ditawarin jasa di dekat kantor, akan tetapi dia (Calo-red) meminta
Rp. 850.000, sehingga saya harus mencari lagi yang lain, dan ternyata masih ada
yang lebih murah, Rp. 700.000,” katanya.
Ketika
ditanya bagaimana proses pengurusan SIM tanpa mengikutkan pemohon, ia tidak
dapat berkomentar banyak, hanya menyebutkan bahwa nantinya ia akan dipanggil
untuk diphoto dan sidik jari. “Tinggal terima siap saja, hanya saja nanti harus
masuk ke kantor itu untuk diphoto dan sidik jari,” katanya usai menyerahkan KTP
kepada Calo yang dihubunginya.
Penuturan
dari pemohon tersebut telah membuktikan adanya pelecehan terhadap Peraturan
Pemerintah dan diabaikannya prosedur yang berpotensi meningkatkan jumlah
kecelakaan di jalan raya. Karena berdasarkan PP nomor 50 tahun 2010 bahwa untuk
penerbitan SIM A baru, hanya membayar Rp. 120.000 dan perpanjangan Rp. 80.000
per penerbitan serta Pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator
Rp. 50.000.
Pengingkaran
terhadap komitmen sendiri juga telah dilakukan oleh petugas di kantor tersebut.
Plank bertuliskan Hindari Pengurusan SIM
Melalui Perantara Atau Calo yang terpampang besar di pintu masuk dinilai
hanya tulisan formalitas, karena realita di lapangan, keberadaan calo atau
perantara tidak lepas dari koordinasi dengan petugas atau orang dalam di Kantor
Satpas SIM tersebut.
Besarnya
biaya pengurusan di Kantor Satpas SIM Polda Metro Jaya yang dikomandoi Kompol M
Arsal Sahban, SH, SIK, MM, MH selaku Kasi SIM PMJ telah menuai keluhan bahkan kecaman
dari para pemohon dan berbagai element masyarakat. Untuk itu diharapkan kepada
Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Drs. Dwi Sigit Nurmantyas, SH, M Hum
untuk bersikap tegas kepada jajarannya yang tidak taat aturan, demi perbaikan
citra Kepolisian di mata masyarakat dan menciptakan pelayanan prima sebagai
bukti reformasi birokrasi pelayanan public. (Arios)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar