Laman

Senin, 13 Februari 2012

Dirlantas Diminta Tegas, Praktek Pungli Hiasi Satpas SIM PMJ

Rangkaian proses penerbitan SIM 
yang diduga tidak dijalankan

Jakarta, SNP
Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Sehingga untuk mendapatkannya harus melalui prosedur berupa ujian teori dan praktek serta pemeriksaan kesehatan.
            Selain prosedur, masyarakat pemohon SIM juga harus membayarkan sejumlah uang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2010 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
            Sulitnya persyaratan dan prosedur yang harus dilalui untuk mengantongi SIM disinyalir menjadi kesempatan bagi oknum petugas di Kantor pelayanan tersebut untuk mencari untung dengan pengabaian prosedur dan pelecehan terhadap Peraturan Pemerintah, dengan cara menerapkan pungutan diatas ketentuan atau yang lebih lazim disebut dengan Pungutan Liar (Pungli).
            Praktek Pungli berindikasi korupsi berdasarkan pantauan wartawan SNP terjadi di Kantor Satuan Pelaksana Administrasi SIM (Satpas) Kepolisian Daerah Jakarta Raya. Reformasi birokrasi terkesan belum menyentuh institusi tersebut, hal ini dibuktikan dengan tindakan oknum petugas yang secara terkordinir melegalkan pungli. Dengan merogoh kocek dalam-dalam, oknum petugas dapat mengeluarkan SIM, tanpa mengikuti ujian teori dan praktek.
            Pantauan wartawan Koran ini juga di perkuat pengakuan seorang pemohon SIM, bernama Sinaga, pada Senin (12/12) pekan lalu. Pria berdarah Batak yang bekerja sebagai   
Sopir Microlet 15 jurusan Cilincing-Kota ini, mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 700.000 untuk pengurusan SIM A umum. Pengurusan SIM tersebut katanya diserahkan kepada Calo SIM yang sudah mempunyai kedekatan dengan oknum petugas di Kantor Satpas.
            “Tadi saya juga sudah ditawarin jasa di dekat kantor, akan tetapi dia (Calo-red) meminta Rp. 850.000, sehingga saya harus mencari lagi yang lain, dan ternyata masih ada yang lebih murah, Rp. 700.000,” katanya.
            Ketika ditanya bagaimana proses pengurusan SIM tanpa mengikutkan pemohon, ia tidak dapat berkomentar banyak, hanya menyebutkan bahwa nantinya ia akan dipanggil untuk diphoto dan sidik jari. “Tinggal terima siap saja, hanya saja nanti harus masuk ke kantor itu untuk diphoto dan sidik jari,” katanya usai menyerahkan KTP kepada Calo yang dihubunginya.
            Penuturan dari pemohon tersebut telah membuktikan adanya pelecehan terhadap Peraturan Pemerintah dan diabaikannya prosedur yang berpotensi meningkatkan jumlah kecelakaan di jalan raya. Karena berdasarkan PP nomor 50 tahun 2010 bahwa untuk penerbitan SIM A baru, hanya membayar Rp. 120.000 dan perpanjangan Rp. 80.000 per penerbitan serta Pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui simulator Rp. 50.000.
            Pengingkaran terhadap komitmen sendiri juga telah dilakukan oleh petugas di kantor tersebut. Plank bertuliskan Hindari Pengurusan SIM Melalui Perantara Atau Calo yang terpampang besar di pintu masuk dinilai hanya tulisan formalitas, karena realita di lapangan, keberadaan calo atau perantara tidak lepas dari koordinasi dengan petugas atau orang dalam di Kantor Satpas SIM tersebut.
            Besarnya biaya pengurusan di Kantor Satpas SIM Polda Metro Jaya yang dikomandoi Kompol M Arsal Sahban, SH, SIK, MM, MH selaku Kasi SIM PMJ telah menuai keluhan bahkan kecaman dari para pemohon dan berbagai element masyarakat. Untuk itu diharapkan kepada Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Drs. Dwi Sigit Nurmantyas, SH, M Hum untuk bersikap tegas kepada jajarannya yang tidak taat aturan, demi perbaikan citra Kepolisian di mata masyarakat dan menciptakan pelayanan prima sebagai bukti reformasi birokrasi pelayanan public. (Arios)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar