DAHRONI |
Cikarang Pusat - Keterangan Kasi
Peningkatan Mutu, Bidang SD Disdik Pemkab Bekasi, Dahroni yang mengatakan tidak
ada permasalahan dengan pengadaan raport dan Kejari (Kejaksaan Negeri) Cikarang
tidak melanjutkan pemeriksaan karena tidak ditemukan kesalahan, sangat
disayangkan oleh Marihot Tampubolon, masyarakat pemerhati pendidikan di Bekasi
juga anggota LEADHAM – Internasional (Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia –
Internasional) wilayah Bekasi.
Dikatakan Marihot, akuntabilitas
dari pernyataan itu sangat disayangkan dan diragukan karena tidak mengandung
azas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.28 tahun 1999
tentang penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, dan
mengaburkan tiga pilar program pendidikan nasional yakni meningkatkan akses
pendidikan, meningkatkan mutu/kualitas pendidikan, dan meningkatkan
akuntabilitas program pendidikan nasional.
“Selain itu, pernyataan tersebut
mengaburkan pasal 11 dan pasal 34 Undang-undang Nomor.20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, sebab saat raport “palsu” dibagi, orang tua murid
dibebankan uang raport, termasuk saya sendiri orang tua murid turut
membayar uang raport itu,” ujarnya.
Disebutkan Marihot, dalam pasal 11
ayat (2) disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dan pasal 34 ayat (2) disebutkan,
pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Dikatakan Marihot, tidak
terealisasinya anggaran cetak raport di 2011 sebesar Rp.1 miliar, karena saat
itu tidak ada perusahaan yang ikut lelang mememiliki sertifikasi security
printing, sebagaimana sebelumnya dikatakan mantan Sekdis (Sekretaris Dinas)
yang kini menjabat sebagai Kadisdik (Kepala Dinas Pendidikan). “Jika ada
regulasi yang memperbolehkan pihak sekolah mencetak raport, dari mana sumber
dananya, sebab dana Bos bukan
untuk mencetak raport sehingga dialokasikan dari APBD. Dan, jika sekolah bisa
mencetak raport, mengapa pihak sekolah dijenjang SMP tidak mencetak sendiri,
sehingga sampai saat ini siswa kelas delapan, angkatan 2011 masih memegang
raport sementara yakni kertas HPS,” bebernya.
Marihot menilai bahwa Kasi
Peningkatan Mutu tidak memahami dokumen Negara yang harus terintegrasi. “Saya
melihat, Kasi Peningkatan Mutu tidak memahami tentang dokumen negara, Ijazah,
raport dan SKHUN adalah dokumen milik negara, dan harus teregistrasi. Kabid
SMP, Ruminta pun membenarkan hal itu, bahwa ijazah, raport dan SKHUN harus
teregistrasi,” ujar Marihot menyangkan pernyataan Dahroni.
Marihot juga menyesalkan pernyataan
kasi peningkatan mutu tentang kehadirannya di Kejaksaan Cikarang. “Terlalu dini
beliau mengatakan Kejaksaan Cikarang tidak dapat melanjutkan karena tidak
ditemukan kesalahan. Seyogianya, pernyataan itu harus dari pihak Kejaksaan
Cikarang. Jika demikian, tidak dilanjutkan, berarti ada SP3 (surat perintah
penghentian penyidikan),” tutupnya seraya menambahkan bahwa pada saat pembagian
raport dilakukan oleh Dahroni, tidak diketahui oleh Anton Suherman selaku Kabid
Dikdas kala itu. Arios
Tidak ada komentar:
Posting Komentar